Juli 19, 2025

Ragazzirestaurantlounge | Citarasa Kuliner Nusantara

Berbagai bahan dan cara pengolahan makanan, menghadirkan keragaman kuliner

Mohinga: Cita Rasa Otentik Kuliner Myanmar

Mohinga adalah salah satu kuliner paling ikonik dari Myanmar yang telah lama dianggap sebagai hidangan nasional negara tersebut. Hidangan ini berupa sup mi berkuah yang terbuat dari kaldu ikan, tepung beras, dan aneka rempah yang menghasilkan rasa gurih, pedas, dan harum. Disajikan dengan bihun atau mi beras, mohinga biasanya dilengkapi dengan irisan pisang batu, telur rebus, irisan serai, dan daun ketumbar, menciptakan perpaduan rasa dan tekstur yang begitu kaya dan memikat. Mohinga bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Myanmar yang menyantapnya sejak pagi hari sebagai sarapan utama.

Mohinga memiliki sejarah panjang yang berakar pada budaya sungai di Myanmar, di mana masyarakat yang tinggal di sekitar sungai memanfaatkan hasil tangkapan seperti ikan air tawar untuk dijadikan bahan dasar masakan. Karena Myanmar merupakan negara agraris dan perikanan yang subur, ikan menjadi sumber protein utama, dan mohinga pun berkembang sebagai cara cerdas memanfaatkan hasil alam. Resep asli mohinga kemungkinan besar berasal dari wilayah selatan seperti delta Ayeyarwady, lalu menyebar ke seluruh penjuru negeri dengan variasi lokal yang unik.

Setiap wilayah di Myanmar memiliki gaya mohinga yang sedikit berbeda. Di Mandalay, misalnya, mohinga cenderung lebih kental karena menggunakan lebih banyak tepung beras, sementara di Yangon rasanya lebih ringan dengan penekanan pada aroma serai dan jahe. Ada pula versi pedas dari daerah utara, serta mohinga khas pesisir yang menggunakan ikan laut alih-alih ikan air tawar. Meskipun bahan dasarnya sama, keberagaman ini mencerminkan luasnya budaya Myanmar dan kreativitas kuliner masyarakatnya.

Salah satu daya tarik utama mohinga adalah kemudahan dalam pembuatannya. Meskipun di restoran bisa disajikan dengan tampilan menarik dan lengkap, di rumah-rumah slot jepang mohinga bisa dibuat dengan bahan yang sederhana namun tetap lezat. Biasanya dimasak dalam jumlah besar, kemudian disantap bersama keluarga atau dijual di pinggir jalan sebagai sarapan cepat dan mengenyangkan. Penjual mohinga keliling atau warung mohinga kaki lima sudah menjadi pemandangan lazim di kota-kota besar Myanmar, terutama di pagi hari.

Bagi masyarakat Myanmar, mohinga bukan hanya makanan pokok, tetapi juga simbol kebersamaan. Hidangan ini sering hadir dalam acara keluarga, perayaan hari besar, hingga festival budaya. Rasanya yang akrab dan hangat menjadikan mohinga semacam makanan nostalgia, yang selalu mengingatkan pada rumah, kampung halaman, dan kebersamaan. Bahkan bagi diaspora Myanmar di luar negeri, mohinga tetap menjadi makanan wajib yang diburu atau dimasak sendiri ketika rindu akan tanah air.

Seiring waktu, mohinga juga mulai dikenal di kancah internasional. Dalam beberapa festival kuliner Asia Tenggara, mohinga tampil sebagai wakil kuliner Myanmar dan mendapat sambutan hangat karena cita rasanya yang otentik dan mudah diterima berbagai lidah. Banyak restoran Myanmar di luar negeri yang menyajikan mohinga sebagai menu andalan, memperkenalkan budaya Myanmar melalui rasa dan aroma. Bagi para pecinta kuliner, mohinga menawarkan pengalaman baru menikmati mi berkuah yang berbeda dari ramen Jepang atau pho Vietnam.

Walau tergolong sebagai street food, mohinga tidak kehilangan nilainya sebagai warisan kuliner yang kaya. Bahan-bahan lokal seperti daun pisang, serai, kunyit, bawang merah, dan ikan segar menegaskan betapa eratnya hubungan makanan ini dengan alam Myanmar. Proses memasaknya pun menggambarkan kesabaran dan ketelitian, mulai dari membuat kaldu ikan hingga mencampur bumbu dengan takaran yang pas. Karena itu, mohinga dianggap lebih dari sekadar makanan cepat saji—ia adalah cermin dari cara hidup dan nilai-nilai masyarakat Myanmar.

Dalam upaya pelestarian kuliner tradisional, mohinga menjadi ikon penting. Pemerintah Myanmar dan komunitas kuliner lokal aktif mempromosikan mohinga melalui festival, lomba memasak, hingga pelatihan chef muda. Dengan menjaga kualitas rasa dan teknik memasak yang otentik, mohinga diharapkan bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang tanpa kehilangan identitas aslinya.

Di tengah gempuran makanan modern dan budaya asing, mohinga tetap berdiri sebagai lambang kekuatan kuliner lokal Myanmar. Dari desa kecil hingga kota besar, dari pedagang kaki lima hingga restoran modern, mohinga selalu punya tempat khusus di hati rakyat Myanmar. Cita rasanya yang kaya, hangat, dan bersahabat menjadikannya salah satu hidangan Asia Tenggara yang layak mendapat perhatian lebih luas di panggung dunia kuliner.

BACA JUGA: 5 Jenis Kuliner yang Kurang Diminati di Padang: Bukan Soal Rasa, Tapi Selera

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.